Silsilah RIWAYAT KI NGABEHI SOERODIWIRDJO
1869 Ki Ngabehi Soerodiwirjo (nama kecilnya Masdan) lahir pada
hari Sabtu Pahing. Beliau merupakan keturunan dari Bupati
Gresik-Surabaya.
Ayahnya bernama Ki Ngabehi Soeromiharjo sebagai Mantri Cacar Ngimbang (Lamongan) yang mempunya 5 (lima) putera yaitu:
1. Ki Ngabehi Soerodiwirjo (Masdan)
2. Noto (Gunari), di Surabaya
3. Adi (Soeradi), di Aceh
4. Wongsoharjo, di Madiun
5. Kartodiwirjo, di Jombang
Saudara laki-laki dari ayahnya bernama R.A.A. Koesoemodinoto menjabat
sebagai Bupati Kediri. Seluruh keluarga ini adalah keturunan dari Batoro
Katong di Ponorogo, Putra Prabu Brawijaya Majahapit.
1883 Pada saat itu tersebut Ki Ngabehi Soerodiwirjo lulus sekolah rakyat
5 tahun (umur 14 tahun). Selanjutnya beliau ikut Üwonya”Mas Ngabehi
Soeromiprojo, yang menjabat sebagai Wedono Wonokromo, kemudian pindah
dan menjabat lagi sebagai Wedono Sedayu-Lawas, Surabaya.
1884 Pada tahun tersebut setahun setelah menyelesaikan pendidikan formal setingkat SD beliau telah berumur 15 tahun dan magang menjadi Juru Tulis op het Kantoor van de Controleur van Jombang.
Selain bekerja, beliau tetap meneruskan belajar di Pesantren
........... (Jombang). Dari Pesantren inilah, Eyang Suro mulai
mendalami ilmu agama dan pencak silat sekaligus. Kombinasi ini terus
menjadi pola belajar yang beliau dapatkan selepas dari pesantren. Sambil
belajar mengaji beliau belajar Pencak-Silat yang meupakan dasar dari
kegemaran beliau untuk memperdalam Pencak-Silat dimasa-masa berikutnya.
1885 Pada tahun berikutnya, dimana usia beliau telah menginjak 16 tahun,
beliau magang di kantor Kontrolir Bandung, dan dari sini beliau belajar
Pencak-Silat dari Pendekar-pendekar Prinangan, sehingga didapatlah
jurus-jurs seperti:
Cimande Cikalong Cipetir Cibeduyut Cimelaya Ciampas Sumedangan
1886 Pada usia 17 tahun beliau pindah ke Betawi (Jakarta), dan disana
beliau memanfaatkan untuk memperdalam Pencak-Silat, akhirnya sampai
menuasai jurus-jurus seperti:
Betawen Kwitang Monyetan Permainan Toya (Stok spel)
1887 Pada usia 18 tahun beliau ikut Kontrolir Belanda ke Bengkulu,
disana beliau belajar Pencak-Silat yang mana gerakannya mirip seperti
jurus-jurus di daerah Jawa Barat. Pada pertengahan tahun tersebut beliau
ikut Kontrolir Belanda pindah ke Padang, dan tetap bekerja pada bidang
pekerjaan yang sama. Di darah Padang Hulu dan Padang Hilir, beliau tetap
memperdalam pengetahuannya di bidang Pencak-Silat, dimana gerakannya
berbeda bila dibandingkan dengan permainan Pencak-Silat dari daerah Jawa
Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di darah yang baru ini, Pencak Silat
merupakan salah satu permainan kegemaran rakyat dan merupakan
kebudayaan rakyat setempat.
Selanjutnya beliau berguru kepada seorang pendekar dan guru ilmu
kebatinan yang bernama Datuk Raja Betua, dari kampung Alai, Kecamatan
Pauh, Kota Padang. Pendekar ini merupakan guru beliau yang pertama kali
di daerah Sumatra Barat. Datuk Raja Betua mempunyai seorang kakak yang
bernama Datuk Penghulu, dan adiknya bernama Datuk Batua, dimana
ketiganya adalah pendekar-pendekar yang termasyur dan dihormati
masyarakat.
1897 Pada umur 28 tahun beliau jatuh cinta kepada seorang gadis Padang.
Puteri dari seorang ahli kebatinan yang berdasarkan agama Islam
(Tasawuf). Untuk mempersunting gadis ini beliau harus memenuhi bebana,
dengan menjawab pertanyaan dari gadis pujaannya yang berbunyi “SIAPAKAH
SESUNGGUHNYA MASDDAN” dan “SIAPAKAH SESUNGGUHNYA SAYA INI ?” (gadis
pujaan itu ?). Karena beliau tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut
berdasarkan pikirannya sendiri, maka beliau berguru kepada seorang ahli
Kebatinan yang bernama Nyoman Ida Gempol. Adalah seorang Punggawa Besar
dari Kerajaan Bali yang di buang Belanda ke Sumatra (Padang), dan di
kenal dengan nama Raja Kenanga Mangga Tengah (Bandingkan dengan nama
Desa Winongo – Madiun – Tengah – Madya).
Kemudiaan pada tahun yang sama beliau belajar Pencak-Silat kepada
Pendekar Datuk Raja Betua, selama 10 (sepuluh) dan memperoleh tambahan
jurus-jurus dari daerah Padang, yaitu:
Bungus (uit de haven van Teluk Bayur)
Fort de Kock, Alang – Lawas, Lintau Alang, Simpai, Sterlak
Sebagai tanda lulus beliau mempersembahkan pisungsun yang berupa Pakaian Hitam komplit.
Selanjutnya, Ilmu Kebatinan yang diperoleh dari Nyoman Ide Gempol
dipersatukan dengan Pencak-Silat serta Ilmu Kebatinan yang didapat dari
Datuk Raja Betua, dimana olel Ki Ngabehi Soerodiwirjo digabungkan
menjadi Ilmu dari “SETIA-HATI”.
Pernikahan
Akhirnya bebana yang diminta gadis pujaan beliau dapat dijawab, dengan
menggunakan ilmu dari Persaudaraan “Setia-Hati” tersebut diatas. Dengan
demikian beliau berhasil mempersunting gadis Padang, putri dari seorang
ahli Tasawuf. Dari pernikahan ini, beliau belum berhasil mendapatkan
keturunan.
1898 Pada usia 29 tahun, beliau bersama istrinya pergi ke Aceh, dan
bertemu adiknya (Soeradi) yang menjabat sebagai Kontrolir DKA di Lho
Seumawe.
Di daerah ini beliau mendapatkan jurus::
Jurus Kucingan
Jurus Permainan Binja
Pada tahun tersebut, guru beliau Guru Besar Raja Kenanga Mangga Tengah
O.G. Nyoman Ide Gempol diizinkan pulang ke Bali. Ilmu beliau dapat
dinikmati oleh Saudara-saudara “S-H” dengan suatu motto::
“GERAK LAHIR LULUH DENGAN GERAK BATIN”
“GERAK BATIN TERCERMIN OLEH GERAK LAHIR”
1900 Ki Ngabehi Soerodiwirjo kembali ke Betawi bersama isteri, dan
beliau bekerja sebagai Masinis Stoom Wals. Kemudian Ki Ngabehi
Soerodiwirjo bercerai, dimana Ibu Soerodiwirjo kembali ke Padang, dan
beliau pindah ke Bandung.
1903 Beliau kembali ke Surabaya dan menjabat sebagai Polisi Dienar
hingga mencapai pangkat Sersan Mayor. Di Surabaya beliau dikenal
keberaniannya dalam memberantas kejahatan. Kemudian beliau pindah ke
Ujung, dimana sering terjadi keributan antara beliau dengan
pelaut-pelaut asing
1903 Beliau mendirikan Persaudaraan “SADULUR TUNGGAL KECER – LANGEN MARDI HARDJO” pada hari Jum’at Legi 10 Syuoro 1323 H.
Pernikahan KE II
1905 Untuk kedua kalinya beliau melangsungkan pernikahan dengan Ibu
Sarijati yang saat itu berusia 17 tahun, dan diperoleh putera dari
pernikahannya sebanyak 3 (tiga) orang putera dan 2 (dua) orang puteri,
dimana semuanya meninggal sewaktu masih kecil..
1912 Beliau berhenti dari Polisi Dienar bersamaan dengan meluapnya rasa
kebangsaan Indonesia, yang dimulai sejak tahun 1908. Beliau kemudian
pergi ke Tegal dan ikut seorang paman dari almarhum saudara Apu
Suryawinata, yang menjabat sebagai Opzichter Irrigatie.
1914 Beliau kembali lagi ke Surabaya dan bekerja pada D.K.A. Surabaya.
Selanjutnya beliau pindah ke Madiun di Magazijn D.K.A. dan menetap di
Desa Winongo Madiun.
1917 Persaudaraan “DJOJOGENDOLO CIPTO MULJO” diganti nama menjadi
Persaudaraan “SETIA-HATI” Madiun. [penggantian nama ini belum di temukan
bukti otentik]
1933 Beliau pensiun dari jabatannya dan menetap di desa Winongo Madiun.
1944 Beliau memberikan pelajaran yang terakhir di Balong Ponorogo
Kemudian beliau jatuh sakit dan akhirnya wafat pada hari Jum’at Legi 10
November 1944 jam 14:00 (Bulan Selo tanggal 24 tahun 1364 H), di rumah
kediaman beliau di Winongo. Dimakamkan di Pesarean Winongo dengan Kijing
batu nisan granit, serta dikelilingi bunga melati.
“SEMOGA ARWAH BELIAU DITERIMA DISISI TUHAN YANG MAHA ESA”
Sehabis pemakaman dibacakan ayat Suci Al Qur’an oleh Bapak Naib Jiwan
untuk memenuhi pesan terakhir Ki Ngabehi Soerodiwirjo sebelum wafat dan
diambilkan ayat “Lailatul Qadar” (Temurunnya Wahyu Illahi)
CATATAN: ada wahyu yang loncat dan akan temurun pada waktunya.
PESAN BELIAU SEBELUM WAFAT ADALAH:
1. Jika saya sudah pulang ke Rachmatullah supaya saudara-saudara “Setia-Hati” tetap bersatu hati, tetap rukun lahir bathin.
2. Jika saya meninggal dunia harap saudara-saudara “S-H” memberi maaf kepada saya dengan tulus-ikhlas..
Saya titip ibunda Nyi Soerodiwirjo {wafat, selama masih di dunia fana ini..
Surat Yasin ayat 1 : Yasien Yasien “Allah saja yang mengetahui maksudnya”
Surat Yasin ayat 58: Salaamun Qaulam mir Rabir-Rahiem “Selamat Sejahtera itulah seruan All ah Yang Maha Pengasih”.